MITOS DAN LEGENDA MAKHLUK GAIB DALAM KEPERCAYAAN MASYARAKAT BANJAR
Seperti juga
daerah-daerah lain di Indonesia, kepercayaan yang berbau gaib, mistis bahkan
tahayul juga terdapat dalam kepercayaan masyarakat Banjar, Kalimantan Selatan.
Kepercayaan yang dianggap warisan zaman dahulu —sebelum masuknya Islam—
ternyata tidak hilang sama sekali dengan masuknya Islam. Konon bahkan ada yang
menduga, bahwa sebagian mitos makhluk gaib itu justeru tetap dipertahankan oleh
penguasa dengan tujuan untuk mempertahankan kekuasaan atau memantapkan
pencitraan di kalangan masyarakat bahwa penguasa, dalam hal ini raja, bukanlah
seorang pemimpin yang kebetulan memegang kekuasaan tertinggi di kerajaan, namun
memang seorang manusia terpilih yang kekuasaannya bukan saja didukung oleh
kalangan bangsa manusia, namun juga didukung oleh makhluk-makhluk gaib dan
manusia-manusia yang telah dianggap mandiwata atau gaib, sehingga kalau ada
manusia yang berani mengusik atau menentang kekuasaannya, maka mereka akan
berhadapan dengan makhluk-makhluk gaib tersebut. Gambaran seperti ini memang
berlaku di seluruh dunia, walaupun tentu saja dengan konteks yang berbeda-beda.
Di Cina dan Jepang, seorang kaisar dianggap seorang manusia yang dipilih oleh
langit untuk memerintah umat manusia, sehingga kaisar pun dijuluki putra
langit.
Sampai sekarang,
kepercayaan mengenai masih adanya Putri Junjung Buih dan Pangeran Suryanata
(pemimpin ‘resmi’ Kerajaan Nagara Dipa), Patih Empat, Sultan Suriansyah/Raden
Samudera (pendiri Kerajaan Banjar) masih berkembang dalam kehidupan masyarakat
Banjar. Dalam kasus-kasus kesurupan yang berhubungan dengan pemakaian atribut
budaya Banjar, misalnya dalam acara perkawinan, pertunjukkan wayang, banyak
ditemui bahwa yang merasuk itu adalah orang-orang yang disebut di atas.
Selain itu mitos
mengenai buaya kuning, buaya putih yang juga dianggap sebagai sahabat-sahabat
dari Putri Junjung Buih dan Sultan Suriansyah masih sangat kental melekat di
dalam masyarakat.
Terlepas dari
semua itu, dalam tulisan ini penulis hanya ingin menyajikan bahwa mitos dan
legenda itu memang masih ada dalam masyarakat Banjar. Terlepas percaya atau
tidak tentu kita harus berpegang kembali kepada ajaran agama, bahwa makhluk
gaib itu memang ada. Timbulnya keberagaman makhluk gaib di berbagai tempat,
kita harus kembali kepada pemahaman bahwa semuanya itu hanya berasal dari
beberapa hal, yaitu perbuatan iblis, setan dan jin. Dan makhluk gaib yang
sangat suka menyamar, termasuk berwujud manusia-manusia yang telah meninggal,
adalah dari kalangan jin. Maka dalam kesempatan ini penulis juga mengingatkan
bahwa munculnya isu mayat hidup, pocong, babi jejadian, dan sebagainya,
termasuk penampakan-penampakan yang beberapa tahun yang lalu ramai ditayangkan
media elektronik, kalau hal itu benar, maka itulah hasil kerja dari kalangan
jin yang tujuannya tentu saja untuk menyesatkan manusia. Tidak lain!
Berikut ini
adalah mitos-mitos dan legenda gaib yang pernah hidup atau masih hidup dalam
kepercayaan masyarakat Banjar.
1. Kuyang
Kuyang adalah manusia hidup yang berubah wujud
menjadi potongan kepala dan isi perut yang terburai, dapat terbang karena
telinganya membesar yang digunakan sebagai sayap (mungkin mirip seperti telinga
gajah). Ilmu kuyang umumnya dipelajari
oleh kaum wanita, namun ada juga yang mengatakan bahwa ilmu kuyang juga dapat dipelajari oleh kaum
laki-laki (tapi sangat jarang). Kuyang sangat
gemar menghisap darah nifas ketika ada wanita yang melahirkan —karena memang
itulah makanan/minumannya yang pokok.
Ilmu kuyang
dipelajari oleh wanita karena alasan keduniaan seperti agar tetap awet muda/cantik,
disayang suami atau pun untuk kekayaan. Namun ada juga perkecualiannya, yaitu
ilmu warisan atau turunan. Misalnya seorang ibu yang memiliki Ilmu kuyang kalau mau meninggal dunia harus
melepaskan ilmunya itu, kalau tidak,dia akan kesulitan untuk melepas nyawa.
Cara melepas ilmu sesat ini yaitu harus ada orang yang mau manyalin atau menerima ilmu ini. Ilmu kuyang adalah salah satu ilmu sesat yang sangat dibenci masyarakat
karena kegemaran wujud jejadiannya yang suka menghisap darah orang, sehingga
pasti tidak akan ada orang yang sudi menerima ilmu ini. Yang mau pastilah
keluarga dekat pemilik ilmu ini, yaitu anaknya, terutama yang wanita. Setelah Ilmu
kuyang diturunkan, barulah si pemilik
ilmu dapat meninggal. (Nah, nah…, ini sebenarnya berhubungan dengan takdir.
Sebab kalau sudah ajal seseorang, siapa yang dapat menunda atau
memperpanjangnya walaupun sedetik? Tidak ada! Termasuk jin atau setan. Jadi
dalam kasus ini, seorang pemilik Ilmu kuyang
walaupun sulit mati karena ilmunya, bukanlah ilmunya itu yang dapat
memperpanjang waktu kematiannya, namun takdir tadilah yang berperan. Kalau
takdir sudah menentukan matinya jam sekian dalam detik sekian, itulah takdir
kematiannya. “Tertundanya” atau sulitnya dia menjalani kematian adalah “proses”
dari menuju ke takdir/waktu kematiannya itu. Semoga para pembaca, terutama yang
beragama Islam dapat memahami uraian saya yang —mungkin— susah dimengerti ini.
Untuk itu mohon komentar dan masukannya yang dapat menjelaskan masalah ini dari
hukum agama Islam).
Kuyang
juga memiliki beberapa
pantangan yang tidak boleh dilanggarnya, antara lain: dia sangat takut bawang
merah atau bawang putih, tali haduk (tali
ijuk) dan lambaian wancuh (sendok
nasi) konon akan membuatnya jatuh. Selain itu iwak julung-julung (sejenis ikan air tawar yang panjang, moncongnya
lancip, suka berenang di permukaan air, panjangnya sekitar 20 cm-an) dianggap
salah satu kelemahannya yang lain. Apabila melihat ikan ini, konon penganut Ilmu
kuyang akan berteriak-teriak: anakku,
anakku! (entah benarkah?). Ketakutan kyang
terhadap tali haduk disebabkan oleh
tajamnya ujung-ujung tali itu. Apabila serat ijuk itu ada yang menempel di
jeroan kuyang, tentu akan bermasalah
ketika dia kembali ke wujudnya sebagai manusia. Mungkin saja serabut ijuk itu
akan menyebabkan dirinya infeksi. Siapa tahu?
Ketika berubah wujud menjadi kuyang, seorang pemilik ini akan
menggosokkan sejenis minyak yang disebut minyak
kuyang di seputar lehernya agar ketika melakukan ritual cabut bukang (mencabut tubuh, yaitu
memisahkan kepala sebatas leher dengan tubuh bawah) akan mudah dan tidak sakit.
Setelah cabut bukang, maka
terpisahlah kepala berikut isi perut dengan tubuh sang pemilik ilmu. Telinga
membesar dan melebar sehingga dapat mengangkat kepalanya ke udara dan segera
terbang ke udara mencari mangsa, yaitu wanita yang akan melahirkan untuk
dihisap darah nifasnya. Sementara bagian tubuh bawahnya ditinggalkan di tempat
yang tidak mudah diketahui oleh orang lain untuk keamanan dan keselamatan
dirinya. Sebab apabila potongan tubuh bawahnya itu ditemukan orang lain dan di
seputar pangkal lehernya ditusuk dengan potongan-potongan bambu kuning, akan
membuat kuyang tidak akan dapat lagi
kembali ke wujud manusianya. Itu artinya selamanya dia akan menjadi hantu
hidup-hidup atau kuyang karena tubuh
bawahnya mungkin saja akan dikubur orang. Ada kalanya dalam “operasinya” kuyang mengalami kegagalan karena
ketahuan orang, misalnya ketika terbang dikawai
wancuh, dilambai dengan sendok nasi, sehingga jatuh atau harus melakukan “pendaratan
darurat.” Kuyang menjadi tidak
berdaya, kalau yang menemukannya adalah para pembencinya, maka tamatlah
riwayatnya, dan kalau yang menemukannya adalah orang yang lemah iman, dibujuk
akan diberi harta apabila dia mau mengantarnya ke tempat tubuhnya berada, maka
selamatlah ia.
Manusia yang ketika malamnya berubah menjadi kuyang dan telah menghisap darah, pada
siangnya konon wujud fisiknya masih meninggalkan bekas-bekas perubahannya itu,
yaitu di seputar lehernya terdapat guratan melingkar bekas terpotong dan alur
antara bibir atas dan hidung masih tidak kelihatan. Oleh karena itu apabila dia
terpaksa keluar rumah, maka pemilik ilmu kuyang
akan menutup seputar lehernya dengan kain (kerudung atau kakamban).
Konon ketika kuyang melintas di udara, yang terlihat adalah sinar biru berpendar
yang melesat cukup cepat. Terbangnya tidak terlalu tinggi dari atap rumah.
Orang awam yang tidak tahu, mungkin saja ada yang menyangka sebuah meteor atau
bahkan hantu api.
Di daerah lain kuyang ini disebut: leak hitam (Bali), hantu palasik (Sumatera
Barat) atau pontianak (Kalimantan Barat).
13/03/2013.2. Macan Jejadian
Macan di sini sebenarnya adalah golongan jin yang
berwujud macan apabila masuk ke dunia manusia. Namun masih menjadi pertanyaan,
macan di sini apakah harimau atau macan dahan (yang memang banyak terdapat di
Kalimantan). Untuk itu masalah ini tidak penulis bahas (makanya masukan dari
pembaca untuk memastikan apakah macan jejadian di sini adalah harimau atau
macan dahan, sangat membantu untuk klarifikasi mitos ini).
Macan jejadian atau macan panjadian atau macan siluman merupakan salah satu mitos yang
telah mendarah daging dalam kepercayaan masyarakat Banjar. Sampai sekarang,
membakar terasi di senja hari masih merupakan pantangan yang tidak berani
dilanggar karena akan mendatangkan macan jejadian ini.
Macan jejadian biasanya memangsa
manusia-manusia yang bermalam atau kemalaman di hutan. Mereka menyamar sebagai
manusia, biasanya digambarkan menyamar sebagai tuan guru (orang alim) sehingga
membuat korban atau sasarannya terlena, tidak menyangka bahwa orang yang
menemui mereka adalah jelmaan macan jejadian. Macan jejadian ini biasanya duduk
di dekat teras atau ruangan yang lantainya memiliki celah. Konon di antara
celah itulah mereka menyelipkan ekornya menjuntai ke bawah (rumah atau gubuk
masyarakat Banjar berbentuk panggung atau bertiang tinggi) karena tidak dapat
dihilangkan ketika melakukan penyamaran.
Ketika mangsanya lengah, saat itulah macan
jejadian menerkamnya. Bagian tubuh manusia yang mereka sukai adalah jantung,
mata dan kemaluan. Namun dalam beberapa cerita, ada juga macan jejadian yang
memangsa habis korbannya. Dalam versi lain, macan jejadian yang menyamar, ada
juga yang memberikan wajik kepada korbannya. Konon apabila wajik tersentuh
tangan korbannya, apalagi sampai termakan, maka ketika dipanggil, maka bagian
tubuh yang tersentuh wajik akan bersuara menjawab seruan macan jejadian itu.
Kalau sudah begini, ke mana pun mangsanya akan bersembunyi, pasti akan
ketahuan.
Untuk itulah, masyarakat Banjar biasanya sudah
dibekali cara untuk mengenali macan jejadian ketika masuk ke dalam hutan, yaitu
apabila bertemu orang di dalam hutan, amati dengan cermat bagian bawah
hidungnya. Apabila alur di bawah hidung tidak ada, sebaiknya cepat-cepat
menjauh dari orang itu, sebab sudah pasti itulah makhluk halus yang menyamar.
Selain itu, ada mantera khusus yang diajarkan untuk menghadapi macan jejadian. Bunyinya
sebagai berikut: “Bismillahirahmanirahim.
Sangatak, Sangitik, Sangiang Maharajapati asal katurunan diikam macan lakanat
ai.” Konon apabila macan jejadian mendengar mantera ini, mereka akan lari
pontang panting, bahkan kalau ada yang terlambat lari, dalam radius kurang dari
beberapa meter, tubuhnya akan terbakar menjadi abu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar